Powered By Blogger

Senin, 16 Agustus 2010

* my first interview *

Kehidupanku begitu monoton . tak tau arah dan tujuan yang pasti . tanpa schedule , tanpa aktivitas. Sebenarnya banyak hal yang harus aku selesaikan. Remedial UAS dan tugas-tugas lain yang belum masuk. Bahkan , aku harus mengulang beberapa mata kuliah karena dulu aku sering absen. Itu semua mempengaruhi nilaiku. Apa boleh buat, aku harus menanggung resiko akibat ulahku sendiri. Terlebih, Tanggung jawabku sebagai seorang anggota BEM-pun sepertinya tak ada sama sekali . setiap kali ada rapat, perkumpulan , aku jarang sekali berpartisipasi, alasan ini lah , itu lah. Padahal aku hanya bersantai santai di rumah. Yang aku lakukan di rumah pun hanya tidur, online. Ya, begitulah aktivitasku sekarang. Liburan kuliah selama 2bulan hanya terbuang sia-sia. Seharusnya aku menggunakan waktu libur panjang ini dengan sebaik mungkin. Aku pernah berniat untuk bekerja. Waktu itu, bersamaan dengan keadaan keluargaku yg broken, dari trouble itu aku termotivasi untuk mencari kerja. Aku ingin bisa hidup mandiri, aku ingin bisa menyekolahkan adikku, dengan jerih payahku sendiri. Berbagai media informasi lowongan kerja telah ku coba. Aku mencoba browsing internet, ini itu.. bla.. bla.. bla.. aku sedikit kebingungan mengenai pekerjaan, memang sebelumnya aku pernah bekerja sebagai marketing di sebuah perusahaan, namun tidak berjalan lama, karena waktu yang bersamaan dengan kuliahku. Aku bisa bekerja di perusahaan itupun berkat teman sekelasku. Dia cukup berpengalaman, typical pekerja keras, ulet, rajin, jujur. Dia mau berbagi informasi denganku, dengan lancarnya, dia menjelaskan ini dan itu mengenai job. Suatu hari, dia mengajakku melamar kerja pada sebuah perusahaan tekstil di daerah dekat tempat tinggalnya. Dengan senang hati, aku menyetujui, dan mau mengikuti prosedur-prosedur. setelah mendatangi perusahaan tersebut, aku dan temanku mendapat informasi bahwa perusahaan itu membutuhkan tenaga kerja yang bisa menjahit. “Astaga, aku tau apa tentang mesin jahit?” begitu pikirku. Namun temanku tak kenal menyerah, dia terus memberiku semangat. Wajar saja, dia mempunyai pengalaman dalam menjahit. Sedangkan aku? Jangankan bisa menjahit, mesin jahit saja aku tidak memilikinya. Hahaha. Ya sudahlah, aku mengikuti kata temanku saja. Lamaranku dan temanku kami titipkan kepada security perusahaan tekstil itu.
Aku tidak begitu yakin bisa diterima di perusahaan itu. Rambutku yang pirang mungkin menjadi sedikit persoalan. Satpam itu bilang kalau karyawan rambutnya harus hitam. Ya mungkin bagi kebanyakan orang, rambut pirang itu memiliki image kurang baik. Tapi whatever lah, aku malas bila harus mengganti warna rambut. Sering gonta ganti warna rambut kan kasihan rambutnya, cepet rusak (hahaha ALAY), tapi memang benar kan? Hari itu aku lewatkan dengan canda ria dengan temanku. Lumayan lah, share dengannya membuat wawasanku bertambah. Waktu terus berjalan, hingga tanpa disadari, sore tiba, aku segera berpamitan kepada temanku untuk pulang. Perjalanan pulang ke rumahku memakan waktu 1,5 jam, tempat tinggal temanku itu di daerah Kopo, terkenal dengan jalur macetnya yang khas.
Sesampainya di rumah, otakku mumet gak karuan. Rasanya kepala ini mau pecah. Teringat kembali ke persoalan keluargaku yg sedang dilanda “bencana”. Aku memikirkan ibuku, ayahku, dan kedua adikku. Aku terdiam sejenak, mengingat saat-saat indah ketika semuanya baik-baik saja. Namun, saat itu kami tinggal di tempat yang berbeda. Ayahku dirumah, ibu entah dimana, adikku tinggal bersama saudara, dan aku memutuskan untuk tinggal di rumah nenekku yang letaknya tak jauh dari rumah ayah. Aku harus bisa menempatkan diri, wlaupun itu rumah nenekku, tetap saja aku merasa sungkan karena nenekku itu nenek tiri. Sebenarnya aku ingin sekali ngekost, namun pada saat itu aku tidak punya uang sepeserpun, sisa uang tabunganku pun tak cukup untuk membayar biaya kost-kostan. Ya, alhasil aku tetap stay dirumah nenekku itu. Aku harus bisa menjalani semua ini.
Beberapa hari kemudian, temanku memberiku kabar bahwa dia telah diterima di perusahaan tekstil yang kita datangi beberapa hari lalu. Aku ikut senang mendengar kabar gembira itu. syukurlah, Allah memberi jalan yang mudah untuknya. Rencananya, uang gaji dari hasil jerih payahnya itu akan digunakan untuk membiayai kuliahnya. Aku sangat bangga memiliki teman seperti dia. Lantas, bagaimana denganku? Sampai saat ini, belum ada panggilan sama sekali (hahaha.. nasiiiibbb, nasibb).
Waktu berlalu begitu cepat. Suatu hari, ponselku bordering. Ternyata, ibuku. Dengan tak sabar, aku segera menjawab teleponnya. Ibuku mengabari keadaan dia, saat itu dia tinggal di rumah saudaraku di Dayeuh Kolot, ibuku terus menerus mengingatkanku, agar aku tidak memberitahu keberadaan ibu kepada ayah. Bila itu memang keinginan ibu, aku turuti saja. Setelah perbincangan kami di telepon selesai, aku segera berkemas membawa baju2ku, tak lupa teman setiaku, laptop.
***
Akhirnya, sampai juga di rumah saudaraku, Dayeuh Kolot. Aku bertemu ibuku, menciumi tangannya, setelah sekian minggu tak bertemu ibuku. Alhamdulillah, ibu mau menemuiku. Kita saling bercerita tentang keadaan masing-masing saat kita berpisah. Sungguh mengharukan sekali cerita ibuku. Kini aku mengerti kenapa ibu sangat enggan sekali bertemu dengan ayah. Sebagai sesame perempuan, aku bisa ikut merasakan apa yang ibu rasakan. Mungkin aku salah, sejak pertengkaran pertama mereka, aku selalu membujuk ibu untuk pulang ke rumah. Entahlah, aku hanya merasa iba dan tak tega melihat adik adikku yang harus menjadi korban akibat pertengkaran mereka. Tapi sebenarnya hati kecilku ingin sekali mempersatukan kedua orang tuaku, namun di sisi lain, ibuku sendiri yang merasakan. Aku pasrahkan saja, apapun dan bagaimanapun keputusan ibuku.
Keesokan harinya, aku mulai teringat kembali ke niat awalku. Aku ingin bekerja. Terlebih, aku tidak punya uang sepeserpun, ayah juga tak memberiku uang. Aku harus berusaha ekstra keras untuk mendapatkan pekerjaan. Pagi itupun aku pergi menemani ibuku belanja ke pasar. Terlintas dalam benakku, aku ingin mencari info lowongan pekerjaan di Koran. Akupun mampir dulu ke kios Koran. Tak lama setelah itu, aku dan ibu kembali pulang ke rumah saudaraku. Aku segera bergegas untuk membuka halaman Koran yang berisi informasi lowongan pekerjaan. Aku mulai menandai beberapa bagian. Aku sedikit heran, ada iklan lowongan yang mengajukan peminat untuk mengirimkan data diri via sms. Ah, tapi aku penasaran juga. Aku coba saja. Setelah mengirimkan beberapa pesan sms, namun tak ada tanggapan balasan dari mereka. Aih, mungkin caraku salah. Hahaha maklum saja, aku tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Akupun mencoba lagi dengan menggunakan nomor handphone-ku yang lain. Aku berpikir, dan mencoba merangkai kata-kata, lalu aku kirim. Setelah beberapa saat, ternyata kali ini ada respons. Wah, senangnya hatiku, besok langsung interview. Aku melompat-lompat kegirangan sambil mengabari ibu. Ibuku hanya tersenyum. Aku meminta ibu untuk mengantarku besok. Rasanya sudah tidak sabar ingin segera mengetahui apa yang akan terjadi di esok hari. Hari itupun aku sedikit lega karena aku optimis mendapat pekerjaan.

***


“kongkorongoooooookk..” suara aneh itu membangunkanku dari tidur lelap. Hahaha, maklum saja, biasanya jarang sekali ku dengar suara itu. namun , ini tempatnya berbeda, apa boleh buat, suara itu menggantikan alarm-ku. Sepertinya hari ini aku sangat bersemangat, karena hari ini adalah hari yang bersejarah dalam hidupku. Hari pertama aku interview. Ya, walaupun aku belum berpengalaman, aku akan mencoba. Tapi, bagaimana dengan pertanyaan-pertanyaan yang akan aku hadapi nanti? Pertanyaan itu muncul membuat otakku terpacu untuk berfikir. Yeahh, untungnya aku ingat kata-kata dosenku tempo hari. Untungnya aku mendengarkan, ketika dosenku berbagi pengalamannya. Selain dosen, beliau juga berprofesi sebagai HRD disebuah perusahaan besar. Beliau bercerita, pertanyaan-pertanyaan seperti apa saja yang diberikan kepada para pelamar kerja, tak lupa beliau memberi tips-tips dalam melamar kerja. Thanks God, ku rasakan juga manfaatnya mendengarkan dosen. Hahaha. Aku segera beranjak dari kamar menuju kamar mandi. Tak lama setelah itu, aku bersiap-siap. Aku mengenakan atasan putih, rok hitam , high-heels yang gak terlalu tinggi, tak lupa tasku yang berisi surat lamaran. Segera ku hampiri ibuku yang sudah siap untuk mengantarku. Akan tetapi, ibu terdiam sejenak. Ternyata, tak ada kendaraan yang bisa mengantar kita ke tempat tujuan. Kendaraan milik saudaraku sedang dipakai. Alhasil, kita mencari ojek sewaan. Harus menunggu beberapa menit hingga ada tukang ojek yang lewat. Akhirnya, tak lebih dari 15 menit, tukang ojek pun muncul juga. Ibuku segera bernegosiasi dengan si tukang ojek tersebut. setelah itu, aku dan ibuku pergi dengan menunggangi motor sewaan. Hahaha. Itu tak menjadi masalah bagiku, namun aku harus ontime ke kantor pukul 11.00 , sedangkan kita start dari rumah pukul 10.30. perjalanan yang ditempuh lumayan jauh, memakan waktu satu jam. Aku menyuruh ibu untuk menambah kecepatan. Motor yang kita naikki melaju kencang, mengalahkan Valentino Rossi :p . siang itu jalanan agak macet, panas terik mentari begitu menyengat. Badanku berkeringat karenanya. Tak apa bagiku, pengorbananku ini tak seberapa. Setelah melalui beberapa nama jalan di kota Bandung, akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Tempat dimana aku melakukan interview pertamaku. Aku turun dari motor, merapikan rambutku beserta pakaianku. Aku mencium tangan ibuku, tak lupa minta doa restu. Ibu setia menungguku diluar. Aku berjalan menuju kantor itu. agak sedikit kebingungan, karena di halaman utama kantor itu aku tidak mendapati security. Terlihat beberapa pria mengenakan pakaian yang rapi. Aku bertanya kepada salah seorang diantara mereka. Lalu seorang pria itu mengantarku ke dalam. Aku disambut oleh 2 orang recepsionist wanita, lalu aku dimintai data diri secara singkat lewat secarik kertas yang mereka berikan. Setelah itu, aku duduk kembali di kursi tunggu. Rupanya banyak juga orang yang tertarik dan melamar ke perusahaan ini. Dalam hati, aku hanya bisa berdoa agar aku tidak menghadap HRD yang gendut, berkumis, hitam, galak. Jujur saja, jika menghadapi orang seperti itu, pikiranku langsung buyar seketika. Astaga, bisa mati berdiri aku. Huft, aku segera menenangkan pikiranku, aku menarik nafas dalam dalam, dan terdengar suara, “DUUUUTT !!”oh tidaaaaakkk., hahahah, nggak deng, becanda. Hmm, beberapa menit aku menunggu, hingga akhirnya seseorang memanggil namaku, “SAUDARI SHINTA !”. aku menoleh ke arah suara, terlihat sesosok pria agak tampan memanggilku. Dia yang akan mengantarku menuju ruangan HRD. aku pun mengikutinya . Aku kaget setengah mati, tatkala melihat HRD yang sedang duduk manis di ruangan itu. ternyata HRD yang akan meng-interview-ku orangnya jauh berbeda dengan yang aku bayangkan. Badannya kecil, agak kurus, berkacamata besaaaarr. Hahahaha, ingin sekali aku menertawakannya terbahak-bahak, namun ini bukan saatnya untuk tertawa. Aku mulai berjabat tangan dengannya. Tampak banyak sekali pelamar lain di ruangan itu. sepertinya aku bisa menghadapi orang ini, begitulah pikirku. Session pertama, aku menanyakan latar belakang perusahaan ini, bagaimana latar belakangnya, kinerja para karyawannya, dan segala tektek bengek perusahaan ini. Sambil tersenyum genit, dia menjelaskan profil perusahaan itu, bla.. bla.. bla.. . Jujur, aku sama sekali tidak mengerti apa yang dia utarakan. Dia hanya menjelaskan apa yang tidak aku tanyakan. Penjelasan dia muter-muter. Aku hanya mengangguk-angguk saja mendengar ocehannya. Apa interview memang seperti ini? Timbul pertanyaan dalam otakku. Sudahlah, aku ikuti saja prosedurnya. Namun, aku mulai memberikan respons ketika dia meminta aku untuk melunasi uang sebesar 500 ribu, DP 50 ribu wajib dibayar saat itu juga, dan sisanya 450 ribu boleh dibayar besok. Dia memberikan opsi, jika aku melunasi DP, aku boleh mengikuti tahap selanjutnya, namun bila aku tidak melunasi DP tersebut, aku dinyatakan gugur. Pilihan jatuh ditanganku. “Waduh, aku kan bekerja karena aku tak punya uang, ini malah dimintai uang”, ketusku dalam hati. Lalu, aku meminta sedikit waktu untuk menghubungi ibuku, ibuku tidak menyetujui bila prosedurnya seperti itu. aku segera kembali ke meja HRD tadi, dan aku menyatakan kalau aku ingin mundur. Tampaknya dia juga tidak keberatan dengan keputusanku. Dengan sedikit basa-basi, dia bercerita kalau dirinya belum married karena terlalu sibuk bekerja, dan dia bilang, akan menghubungiku. Untuk apa coba? Lagian, aku dah gak ada urusan sama perusahaan itu. aku hanya bisa tersenyum sambil mengernyitkan alis. Akupun segera berpamitan padanya, karena aku tak mau berlama-lama disana. Dengan sedikit cemberut, aku keluar dari kantor itu. perusahaan macam apa ini? HRDnya saja seperti itu, tidak berwibawa sama sekali, nama perusahaanya pun antah berantah, aneh. Dari kenyataan-kenyataan itu, timbul kecurigaanku terhadap perusahaan itu, jangan-jangan, itu penipuan. Apalagi sekarang kerap sekali diberitakan, banyak sindikat penipuan yang mengharuskan para korban untuk memberikan biaya sebagai persyaratan. Aiih, untungnya aku mundur. Hahahah. Setelah berjalan beberapa langkah, aku temui ibuku yang setia menungguku diluar dari tadi. Ibu menanyakan apa saja yang kualami di dalam kantor itu. aku akan menceritakan kembali setelah sampai dirumah nanti, akupun membujuk ibuku untuk pulang.
***

1 komentar:

  1. tidak mendapatkan hasil seperti apa yang diingginkan tapi kamu dapet pelajaran n pengalaman berharga !
    Sabar tha yang penting usaha kamu itu udah mulia. Semua udah ada yang ngatur. SEMANGAT SELALU dan SUKSES ! ndra bantu do'a

    BalasHapus